Wednesday, May 3, 2023

Pentingnya Mengikuti Kesepakatan

Pentingnya hidup itu berjalan di atas kesepakatan bahasa. Begitulah para sahabat juga memahami agama. Dan Itulah nabi Muhammad mengajarkan Islam. Tapi ahli Kalam begini modelnya, merusak kesepakatan bahasa yg telah tetap, dengan membawa argumen akal akalan mereka, akhirnya ribut. 

Untuk contoh bagaimana orang yang menyelisihi kesepakatan itu bisa bertikai walaupun di perkara yang sederhana. perhatikan komedi berikut ini, apakah tiga puluh enam itu 36 atau 306.

https://youtube.com/shorts/YnUlzSYdGKQ?feature=share

[Mereka lupa jika memahami ayat itu mereka jatuh di banyak persoalan:

1. Motifnya karena salah paham tentang ayat ليس كمثله شيء. Harusnya mereka detilkan aja dulu. Maknanya itu sama dengan 

(1) ليس مثله شي. 

(2) ليس مثل شيء

(3) ليس كهو شيء

(4) ليس هو كشيء 

Bisa dirujuk di tafsir Al-Bagowi, At-thobari, ats-sa'labi, atsamarqandi, Al-Qurtubi, al-mawardi, As-Sam'ani, atstsa'alabi

Contoh seperti ini digunakan dalam memahami sifat Allah dalam Al-Qur'an dan hadis. Para sahabat itu menggunakan kalimat yang disepakati. Disebut dalam Al-Qur'an atau hadis ada kata dalam bahasa Arab يد، maka maknanya tangan. Berarti menetapkan tangan untuk Allah sebagaimana yang layak untuk Allah. Tapi ahli Kalam jaman akhir, karena salah paham ayat ليس كمثله شيء ، anggap dengan ayat itu, Allah tak boleh punya tangan karena berarti semisal dengan makhluk. Itu pun salah paham ayat, Krn ayat itu maksudnya tak ada yang sebanding/setara dengan Allah. Maka mereka berargumen, jika ada يد diartikan secara majaz, yaitu kekuasaan

Dengan makna tersebut, tak butuh takwil atau majaz dalam memahami sifat Allah. Karena begini, Allah punya tangan, tak sama dengan makhluk. Tangan Allah dan tangan makhluk beda, jadi tak sama. Allah istiwa di atas Arsy, tak sama dengan makhluk. Karena tak ada makhluk yang istiwa di atas Arsy. Jadi tak butuh takwil. Ah sekarang saya paham tapi untuk bisa kesimpulan ini, saya belajar lebih dari 20 tahun setelah menerima syubhat akidah Asy'ariah. Asy'ariah itu ahli kalam yang bicara sifat Allah dengan akal, tapi tak mengikuti tafsir sifat Allah yang dipahami ahli hadis termasuk para sahabat. Akhirnya ribut. Kayak komedi itu, tiga puluh enam itu 36 atau 306. Kesepakatan bahasa ditinggalkan

 2. Jika mereka tak bisa paham makna 

ليس كمثله شيء

Ada kalimat yang lebih lugas dalam Al-Qur'an yang ternyata semakna yaitu

ولم يكن له كفوا احد

Jika mereka tak paham kalimat yang dianggap mutasyabih, harusnya bawa ke kalimat yang muhkam. Dan ternyata setelah dipelajari dr 11 kitab tafsir, maknanya semakna itu.

 3. Ahli Kalam termasuk Asy'ariah itu tanpa sadar telah menolak sifat Allah. Karena itu dikelompokkan jahmiyyah yaitu Mu'aththilah. 

4. Mereka juga jatuh di kekeliruan menolak Al-Qur'an, menolak hukum Al-Qur'an. Ya mereka menolak karena mereka mentakwil maknanya. Dan itu kekeliruan berikutnya.

5. Dan mereka tanpa sadar keliru dengan menyelisihi kesepakatan para ulama sebelumnya dari para ahlul hadits, dan para sahabat nabi Muhammad

No comments:

Post a Comment